GURU FEQAH...untuk ibadah ZOHIR...mudah ditemui...NAMUN...GURU MURSYID...untuk ibadah BATIN...sulit dan jarang diTEMUi...Selagi jasad masih berNYAWA...guru MURSYID..ARIF BILLAH..afdhol di CARI..kerana Nabi MUHAMMAD SAW itu...GURU kepada orang MUKMIN bagi...zohir dan BATIN..berSALASILAH seperti..ilmu FEQAH juga...menggunakan HADIS berSANAD...Namun TUAN PUNYA blog ini pun BUKAN GURU MURSYID

AMARAN : jika tuan puan TAK FAHAM semasa membaca perkara yang TERTULIS di bawah ini...tolong jangan katakan ini AJARAN SESAT..kerana setiap ILMU itu...ALLAH SWT...tetap menjadikan AHLInya kepada ILMU itu. Jika kita TAK PAHAM..ilmu sains atau matematik...jangan kita..katakan pakar sains dan matematik...itu SESAT pulak.. SIAPA yang faham...berSYUKURlah kepada Allah SWT..

CLICK at HOME…If it said this blog does not exist.

Monday 26 September 2011

KH Ahmad Dahlan : Tokoh Pembaharu..ulangan

Ahad, Ogos 21, 2011


KH Ahmad Dahlan : Tokoh Pembaharu

Lahir dengan nama Muhammad Darwis pada tahun 1868 M bertepatan dengan 1285 H, di Kauman, Yogyakarta. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman seorang ulama dan khatib terkenal di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta saat itu yang jika diteruskan, maka garis keturunan KH. Ahmad Dahlan akan sampai ke Maulana Malik Ibrahim seorang wali besar dan salah satu wali yang berpengaruh di antara wali songo.

Sedangkan ibunya Nyai Abu Bakar adalah putri KH. Ibrahim bin KH. Hasan, pejabat Kapengulon Kesultanan di Yogyakarta.

Pendidikan agama pertama kali ia terima langsung dari orangtuanya. Saat itu kebiasaan anak-anak kiai Kauman adalah belajar ilmu Fiqh, Al-qur’an, tata bahasa Arab, seperti nahwu dan sharaf, hadis dan ilmu-ilmu lainnya, mereka pun belajar pencak silat. 

Karena saat itu kondisi masyarakat sekitar jika belajar di sekolah milik penjajah maka akan dicap sebagai kafir. Maka pusat kegiatan mereka dalam menimba ilmu adalah masjid atau surau.

Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.

Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan dan iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah.

Sepulang dari Mekah ia menikah dengan Siti Walidah binti Haji Fadhil seorang pahlawan nasional dan pendiri Aisyiyah yang kelak akan lebih dikenal dengan sebutan Nyai Ahmad Dahlan yang masih saudara dari garis ibunya. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah.

Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).

Ahmad Dahlan adalah seorang yang memiliki pengetahuan yang luas. Meskipun usianya baru dua puluh tahun, ia mulai merintis jalan pembaruan di kalangan umat Islam. Misalnya, membetulkan arah kiblat shalat pada masjid yang dipandang tidak tepat arahnya yang sesuai dengan perhitungan menurut ilmu falakiyah yang dikuasainya.

Usaha ini sempat menimbulkan insiden yang membuat diri dan istrinya hampir saja meninggalkan Kauman Yogyakarta selamanya. Kemudian memberikan pelajaran agama di sekolah negeri yang saat itu tidak pernah dilakukan oleh kyai lainnya.

Ahmad Dahlan juga sangat memperhatikan kaum dhuafa, anak yatim, dan fakir miskin agar selalu diperhatikan dan diayomi. Hal ini selalu ia ingatkan kepada murid-muridnya agar selalu memperhatikan dan menolong kaum dhuafa tersebut. Pernah suatu ketika beliau memberikan pelajaran kepada murid-muridnya tentang surat Al-Ma’un.

Namun, surat Al-Ma’un ini selalu beliau ulang-ulang dalam setiap pertemuan pengajian sehingga menimbulkan protes dari murid-muridnya. Setelah dijelaskan lalu setelah pengajian selesai dan murid-muridnya masing-masing membawa anak yatim dan disantuni secukupnya.

Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :

“Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. 

Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).

Dari pesan itu tersirat sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah.

Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.

Sikap dan perilaku kiai Ahmad Dahlan yang berhaluan modernis mulai dikenal secara luas sebagai orang muda yang rasional dan kritis terhadap agama. Kehadirannya telah menarik perhatian sejumlah kalangan kiai di sekitarnya dan kalangan priyayi yang terlibat pergerakan dan pendidikan.

Kiai Ahmad Dahlan muda yang selalu haus akan ilmu pengetahuan agama tersalurkan keinginannya dengan cara berguru ngaji kepada sejumlah kiai. Di antaranya kepada Kiai Mohammad Nur, kakak iparnya sendiri, KH. Said, Kiai Mukhsin, Kiai Abdul Hamid di Lempuyangan, R. Ng. Sosrosugondo (ayahanda dari Ir. Suratin tokoh sepakbola), dan R. Wedana Dwijosewoyo. Untuk ilmu hadis ia belajar kepada Kiai Makhfudh dan Syaikh Khaiyat.

Untuk ilmu falak ia berguru kepada KH. Dahlan dari Semarang putra dari Kiai Termas yang juga menantu Kiai Sholeh Darat dari Semarang, juga memperoleh bimbingan dari Syaikh Mohammad Jamil Jambek dari Bukittinggi.

Kiai Ahmad Dahlan selain menjabat sebagai khatib Amin di Kapengulon, dipercaya pula untuk mengajarkan dasar-dasar agama Islam di sekolah-sekolah negeri, seperti di sekolah guru atau Kweekschool sering disebut Sekolah Raja di Jetis Yogyakarta; Sekolah Pamong Praja atau Osvia (Opleidingschool Voor Inlandsch Ambtenaren) di Magelang.

Pengalaman terlibat dalam dunia sekolah dan cita-citanya yang ingin memperbarui umat Islam lewat perubahan pemikiran, sikap dan perilaku memutuskan bahwa ia harus segera mendirikan sekolah agama, tetapi juga memberikan waktu bagi mata pelajaran ilmu pengetahuan.

Seperti kiai-kiai pada masa tersebut, sebelum Kiai Ahmad Dahlan mengimplementasikan pemikirannya untuk mendirikan sekolah tersebut, ia melaksanakan shalat istikharah berulang-ulang kali dan menyampaikan gagasannya ini kepada rekan-rekannya yang aktif dalam pendidikan dan pergerakan Budi Utomo. Setelah itu, ia bertambah yakin untuk mendirikan sekolah. 

Maka ia mendirikan sekolah yang diberi nama “Sekolah Muhammadiyah” yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu’allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah) yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga mengajarkan ilmu pengetahuan umu dan huruf latin sesuai dengan keinginan semula.

Selanjutnya guna menyebarluaskan pemikirannya tentang pembaruan Islam di Indonesia ini dan mewujudkan perintah Allah yang selalu ditelaahnya dan disampaikan kepada muridnya. Sepeti Surat Ali Imran [3] ayat 104 yang berbunyi:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Maka Pada tahun 1912 atau tepatnya pada tanggal 18 Nopember 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam.

la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Sejak awal Kiai Ahmad Dahlan menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini ternyata selain mendapatkan dukungan dan simpati, juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya.

la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar.

Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.

Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914.

Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah.

Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir. 

Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.

Perkumpulan-perkumpulan dan Jama’ah-jama’ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia.

Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia.

Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).

Sampai akhir hayatnya (wafat tahun 1923) KH. Ahmad Dahlan menjadi ketua Pusat Muhammadiyah. Dengan bendera Muhammadiyah yang dikibarkannya sejak 1912 telah melakukan banyak pekerjaan besar bagi kemajuan bangsa dan masa depan umat Islam. 

Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :

* KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.

* Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam. 

* Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.

* Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan. (zar, www.pkesinteraktif.com)

12 BARISAN DI AKHIRAT


12 BARISAN DI AKHIRAT


Suatu ketika, Muaz bin Jabal ra mengadap Rasulullah SAW dan bertanya: "Wahai Rasulullah, tolong huraikan kepadaku mengenai firman Allah SWT: "Pada sangkakala ditiup, maka kamu sekalian datang berbaris-baris" Surah an-Naba':18. Mendengar pertanyaan itu, baginda menangis dan basah pakaian dengan air mata. Lalu menjawab: "Wahai Muaz, engkau telah bertanyakan kepada aku, perkara yang amat besar, bahawa umatku akan digiring, dikumpulkan berbaris-baris menjadi 12 barisan, masing-masing dengan pembawaan mereka sendiri...." Maka dinyatakan apakah 12 barisan tersebut :- 

BARISAN PERTAMA - Diiring dari kubur dengan tidak bertangan dan berkaki. Keadaan mereka ini dijelaskan melalui satu seruan dari sisi Allah Yang Maha Pengasih: "Mereka itu adalah orang-orang yang sewaktu hidupnya menyakiti hati jirannya, maka demikianlah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..." 

BARISAN KEDUA - Diiring dari kubur berbentuk babi hutan. Datanglah suara dari sisi Allah Yang Maha Pengasih: "Mereka itu adalah orang yang sewaktu hidupnya meringan-ringankan solat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..." 

BARISAN KETIGA - Mereka berbentuk keldai, sedangkan perut mereka penuh dengan ular dan kala jengking. 

"Mereka itu adalah orang yang enggan membayar zakat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..." 

BARISAN KEEMPAT - Diiring dari kubur dengan keadaan darah seperti air pancutan keluar dari mulut mereka. 

"Mereka itu adalah orang yang berdusta di dalam jualbeli, maka inilah balasannya dan tempat mereka adalah neraka..." 

BARISAN KELIMA - Diiring dari kubur dengan bau busuk daripada bangkai. Ketika itu Allah SWT menurunkan angin sehingga bau busuk itu mengganggu ketenteraman di Padang Mahsyar. "Mereka itu adalah orang yang menyembunyikan perlakuan derhaka takut diketahui oleh manusia tetapi tidak pula rasa takut kepada Allah SWT, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..." 

BARISAN KEENAM - Diiring dari kubur dengan keadaan kepala mereka terputus dari badan. 

"Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..." 

BARISAN KETUJUH - Diiring dari kubur tanpa mempunyai lidah tetapi dari mulut mereka mengalir keluar nanah dan darah. "Mereka itu adalah orang yang enggan memberi kesaksian di atas kebenaran, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..." 

BARISAN KELAPAN - Diiring dari kubur dalam keadaan terbalik dengan kepala ke bawah dan kaki ke atas. "Mereka adalah orang yang berbuat zina, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..." 

BARISAN KESEMBILAN - Diiring dari kubur dengan berwajah hitam gelap dan bermata biru sementara dalam diri mereka penuh dengan api gemuruh. "Mereka itu adalah orang yang makan harta anak yatim dengan cara yang tidak sebenarnya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..." 

BARISAN KESEPULUH - Diiring dari kubur mereka dalam keadaan tubuh mereka penuh dengan penyakit sopak dan kusta. "Mereka adalah orang yang derhaka kepada orang tuanya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..." 

BARISAN KESEBELAS - Diiring dari kubur mereka dengan berkeadaan buta mata-kepala, gigi mereka memanjang seperti tanduk lembu jantan, bibir mereka melebar sampai ke dada dan lidah mereka terjulur memanjang sampai ke perut mereka dan keluar beraneka kotoran. "Mereka adalah orang yang minum arak, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..." 

BARISAN KEDUA BELAS - Mereka diiring dari kubur dengan wajah yang bersinar-sinar laksana bulan purnama. Mereka melalui titian sirat seperti kilat. Maka, datanglah suara dari sisi Allah Yang Maha Pengasih memaklumkan: 

"Mereka adalah orang yang beramal salih dan banyak berbuat baik. Mereka menjauhi perbuatan derhaka, mereka memelihara solat lima waktu, ketika meninggal dunia keadaan mereka sudah bertaubat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah syurga, mendapat keampunan, kasih sayang dan keredhaan Allah Yang Maha Pengasih..." 

Jika engkau mahukan kemesraan dengan Allah, maka garanglah terhadap dirimu sendiri. Jika engkau merasakan manisnya berhubung dengan Allah, tahulah engkau betapa peritnya berpisah denganNya. daawah.com 

Keluhan Kakcik Seroja; 


Kalau tidak, aku tak merasa untuk berlagak bagai orang kaya!







Menurut kata pemeriksa meter elektrik yang ditanya oleh suamiku, tarif elektrik dinaikkan 'untuk mengajar rakyat supaya berjimat menggunakan elektrik'. Nak marah pun tak guna, kan? Dia mungkin 'mendengar-dengar' apa yang orang atasannya cakap!


Bil astro yang naik secara senyap-senyap 'walaupun kerajaan tidak bersetuju' itu atas alasan apa pula, ya? Oh...!!! mungkin untuk mengajar rakyat supaya jangan leka dengan 'propaganda stesyen televisyen berbayar' kot.


Terima kasih kerajaan yang kusayangi kerana 'mendahulukan rakyat'.


Nota: Kepada Kakcik Seroja, harus tahu bahawa keraaaa...jaan BeEnd adalah keraaaa...jaan yang prihatin kepada rakyat.... muakakakakaka..., jadi kalau sayangkan keraaaaa...jaan prihatin ini, dalam PRU-13 akan datang jangan berikan undi lu orang kepada lambang dacing nih..... yeeeeaaaahhhaaaa..... !!!!

ILMU LADUNI dan bersuluk Imam Al Ghazali.

Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali 1059 M/ 450 H - 1111 M / 505 H : ILMU LADUNI.

Kulit Buku " ILMU LADUNI"...oleh ABU HAMID MUHAMMAD AL GHAZALI.

Riwayat Hidup Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali.

dipetik dari: http://blogtraditionalislam.wordpress.com/2009/03/31/pemurnian-tasawwuf-oleh-imam-al-ghazzali/


Sebelum daripada dibicarakan perkara-perkara lain eloklah dibicarakan riwayat hidupnya secara ringkas untuk memberi gambaran berkenaan dengan alam di mana beliau dilahirkan dan perkembangan peribadinya yang utama itu. 

Beliau ialah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ahmad al-Tusi al-Shafi’I yang terkenal secara umumnya dengan nama al-Ghazali, yang dilahirkan pada 450 Hijrah/1058 Masihi di Tabaran, satu daripada dua buah kota kecil di Tus, sekarang dalam kawasan Meshed di Khurasan. 

Beliau bukannya ulama yang tersohor pertama dalam keluarganya, kerana datuk saudaranya bernama abu Hamid al-Ghazali (men.435 H/1043 M) merupakan seorang ahli ilmu kalam dan ahli fiqh yang terkenal; mungkin beliau ini menjadi contoh ikutan bagi orang muda yang berhemah tinggi itu. 

Semenjak awal lagi beliau terdedah kepada pengaruh amalan-amalan dan ilmu tasawwuf, ayahandanya seorang yang beramal dengan amalan tasawwuf yang sangat warak, mengikut laporan al-Subki, sehingga dikatakan ia hanya makan dari hasil usaha tangannya sendiri, dan beliau selalu bersama dengan mereka yang alim. 

Imam Ghazali rh yang yatim itu dididik oleh sufi yang menjadi sahabat ayahandanya, bersekali dengan saudaranya Ahmad. Semenjak masa kanak-kanaknya Imam al-Ghazali mempelajari ilmu kalam dan fiqh, mula-mulanya dalam kota kecil kelahirannya dengan Shaikh Ahmad ibn Muhammad al-Radhkhani al-Tusi, kemudian beliau pergi melanjutkan pengajiannya di Jurjan di bawah didikan Imam abu Nasr al-Isma’ili. 

Ibn ‘Asakir menyebutkan bahawa Imam al-Ghazali mengambil ilmu tentang hadith al-Bukhari daripada Abu Sahl Muhammad ibn Ahmad al-Hafsi, dan antara syaikh-syaikhnya yang lain dalam ilmu hadith ialah Nasr ibn ‘Ali ibn Ahmad al-Hakimi al-Tusi, ‘Abd Allah ibn Muhammad ibn Ahmad al-Khawari, dan Muhammad ibn Yahya ibn Muhammad ibn Suja’i al-Zawzani dan seterusnya. 

Sewaktu dalam perjalanan pulang dari Jurjan ada kisah yang menarik tentang Imam ini yang berkisar bagaimana beliau dirompak. Bila para perompak itu meninggalkannya, beliau mengikuti mereka, tetapi beliau diberi amaran agar tidak mengikuti mereka itu kalau tidak beliau akan mati. 

Lalu beliau meminta dengan nama Allah supaya dikembali kertas-kertas yang mengandungi catitan-catitan pelajarannya kerana kertas itu tidak ada gunanya untuk mereka. 

Bila ditanya tentang kertas apa yang ada dalam beg itu beliau menjawab bahawa itu mengandungi catitan-catitan ilmunya yang didengarinya yang kerananya beliau jauh mengembara. Perompak itu ketawa dan bertanya “bagaimana kamu memperolehi ilmu mereka bila kami ambil kertas itu maka kamu tidak berilmu lagi”. Ini suatu yang aneh berlaku. 

Bagaimanapun catitan-catitannya diserahkan kembali. Apabila beliau kembali ke Tus lepas itu, imam al-Ghazali mengambil masa tiga tahun menghafal semua catitan-catitan yang dipelajarinya itu. 

Setelah beliau kembali dari Jurjan dan berada di Tus buat beberapa waktu, mungkin di waktu ini beliau mempelajari tasawwuf di bawah Shaikh Yusuf al-Nassaj dan mungkin juga melakukan latihan-latihan kesufian. 

Sewaktu berumur lebih kurang dua puluh tahun beliau pergi melanjutkan pelajarannya ke Maktab Nizamiyyah di Nishapur untuk berguru kepada Imam al-Haramain iaitu Abu al-Ma’ali al-Juwaini, yang merupakan guru generasi yang keempat dari Imam al-Ash’ari sendiri dalam akidah ajaran Imam itu. 

Dalam akademi itu beliau mempelajari ilmu-ilmu seperti usul al-din, fiqh, falsafah, logik, ilmu-ilmu sains tabi’I, tasawwuf dan lainnya. 

Imam al-Haramain memberi kepada para pelajar kebebasan berfikir dan kebebasan mengeluarkan pendapat mereka, dan mereka digalakkan dalam mengambil bahagian dalam perdebatan dan perbincangan tentang pelbagai jenis persoalan yang dihadapi. 

Dalam perdebatan-perdebatan dengan rakan-rakannya Imam al-Ghazali menunjukkan kemampuan berfikir yang luas dan tajam, dan ia mempunyai kebolehan yang tinggi dalam kepetahan berhujah yang ini terbukti kemudiannya dalam tulisan-tulisannya seperti Tahafut al-Falasifah. 

Tidak lama kemudiannya beliau berkesempatan memberi kuliah kepada rakan-rakannya, dan membuat penulisan. Beliau merupakan seorang yang berfikir secara kritilal dan bebas merdeka; sewaktu beliau menjadi pelajar di Nizamiyyah di Nishapur beliau merasa tidak berpuas hati dengan pegangan yang dimilikinya, dan membebaskan dirinya daripada cara bertaklid semata dalam pegangan agama. 

Sewaktu di Nishapur beliau menjadi murid kepada ulama sufi abu ‘Ali al-Fadl ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Farmadhi; daripada guru sufi inilah beliau lebih banyak lagi mempelajari ilmu berkenaan dengan pengetahuan dan amalan kesufian. Al-Farmadhi itu sendiri adalah murid kepada bapa saudara beliau sendiri dan juga murid al-Qushairi (men.465/1074) yang terkenal itu. 

Beliau mengamalkan juga amalan-amalan kezahidan yang ketat di bawah bimbingan beliau ini; sebagaimana yang disebutkan oleh beliau sendiri keadaannya tidaklah sampai ke tahap boleh mendapat inspirasi murni ‘dari alam tinggi”. 

Waktu itu juga beliau merasa tidak puas hati dengan pemikiran secara falsafah yang dihadapinya itu termasuk apa yang diterima secara otoriti dalam hubungan dengan usul al-din. Tekanan dalam tasawwuf tentang hubungan yang rapat dan mesra dengan Tuhan menjadikan imam utama ini lebih tidak berpuas hati lagi dengan huraian falsafah dalam usul al-din itu. 

Al-Farmadhi meninggal pada tahun 477 /1074 M dan Imam al-Haramain meninggal di tahun 478 H/1085 M. Waktu itu Imam al-Ghazali berumur dua puluh lapan tahun; ianya masih sangat bertenaga, dan namanya masyhur dalam alam Islam. 

Beliau pergi ke istana Nizam al-Mulk wazir Malikshah (memerintah waktu itu 465 H/1072-485 H/1092 M) dan berada dalam kalangan para ahli ilmu kalam dan fuqaha di istana beliau itu. Nizam al-Mulk itu seorang wazir yang memberi galakan kepada perkembangan ilmu-ilmu, sains, sastera, dan menghimpunkan sekelilingnya para ulama dan ilmiawan yang terkenal dan mempunyai ilmu yang mendalam. 

Beliau biasa mengadakan majlis-majlis perbincangan ilmiah dan al-Ghazali mendapat namanya yang terkenal kerana kebolehan debatnya yang sangat baik. 

Ilmu pengetahuan al-Ghazali berkenaan dengan fiqh, usul al-din, dan falsafah sedemikian dikagumi oleh Nizam al-Mulk sehingga beliau dilantik sebagai professor Usul al-Din di Nizamiyyah itu (diasaskan pada tahun 458–460 H/1065-67 M) di Baghdad pada tahun 484H/1091M. Waktu itu beliau berumur tiga puluh empat tahun. 

Ini merupakan kemuliaan yang sedemikian tinggi di alam Islam, dan beliau itu diangkat kepada jawatan yang sedemikian sewaktu umur sedemikian muda, yang tidak pernah orang lain dilantik kepada jawatan sedemikian sewaktu bermur semuda itu. 

Beliau sedemikian berjaya sebagai professor di Akademi itu; kuliahnya yang sedemikian cemerlang dan kedalaman ilmu pengetahuannya serta kejelasan huraiannya menarik semakin ramai para pelajar atau pendengar kepadanya, termasuk mereka dari kalangan para sarjana yang terkenal di zaman itu. 

Dengan segeranya ramai mereka mengiktirafi kefasihan, kedalaman pengetahuan, dan kemampuan beliau sebagai pembicara ilmu, dan kemudiannya beliau dikirakan sebagai ahli usul al-din yang teragung dalam tradisi Asha’irah. Maka beliau diminta nasihat dalam perkara-perkara keagamaan dan siasah dan beliau menimbulkan pengarah yang sebanding dengan pengaruh pegawai-pegawai negara yang tertinggi. 

Beliau mencapai kejayaan tertinggi sebagai ulama dilihat dari segi keduniaan lahiriahnya, tetapi dari segi batinnya beliau mula mengalami krisis intelektuil dan kerohanian yang amat mendalam. 

Rasa syaknya dan menyoal semua perkara yang ada dahulunya pada beliau mula menimbulkan dirinya semula dan beliau sampai bersikap kritikal terhadap mata-mata pelajaran yang diajarkannya sendiri. Beliau merasa kekosongan dalam huraian-huraian yang berupa helah-helah di kalangan para fuqaha. 

Sistem huraian di kalangan ahli ilmu kalam tidak merupakan keyakinan secara ilmu dan intelektuilnya. Beliau menentang huraian mereka yang memberi penekanan yang berlebihan tentang perkara-perkara doktrinal, kerana yang demikian membawa agama menjadi lingkungan sistem ortodoksi dan berupa sebagai soal-jawab yang dangkal sahaja; perbalahan-perbalahan di kalangan para mutakalimun berupa perakara-perkara soal-jawab tentang pegangan agama yang tidak ada hubungan sebenar dengan kehidupan manusia dengan agamanya. 

Sekali lagi beliau menumpukan dirinya kepada penelitian tentang falsafah secara bersungguh-sungguh dan menyeluruh, dan beliau mendapati bahawa pegangan dan keyakinan tidak boleh dibinakan atas pemikiran semata-mata. Akal ada peranannya pada tahap-tahap tertentu, tetapi akhirnya Kebenaran Yang Terakhir memang tidak boleh dicapai dengan akal fikiran. 

Dengan menyedari tentang batasan-batasan pemikiran dalam hubungan dengan teologi, beliau berada dalam rasa syak berkenaan dengan ilmu dan pegangan lalu beliau merasa tidak tenang jiwanya dan hatinya. Beliau merasa beliau berada dalam kedudukan yang tidak sebenar. 

Akhirnya beliau mendapat kesedaran bahawa jalan yang sebenarnya ialah jalan tasawwuf yang membawa manusia kepada kebenaran yang sebenarnya melalui pengalaman rohaniah yang sahih. Beliau telahpun mempelajari ilmu tasawwuf secara teori dan bahkan ada juga melakukan amalan-amalannya; tetapi beliau belum lagi mara ke dalam pengalamannya secara yang sangat jauh. 

Dia memikirkan bahawa kalaulah beliau menumpukan dirinya kepada perjalanan kesufian melalui ciri-ciri kezuhudan, serta menekuni amalan-amalan spiritual, berserta dengan tafakur yang mendalam, beliau berkemungkinan akan mencapai nur yang sedang dicari-carinya. 

Tetapi yang demikian ini melibatkan beliau meninggalkan kerjaya ilmiah yang cemerlang dan kedudukan keduniaan yang sedemikian tinggi itu. Beliau terasa juga runtunan untuk mendapat kemasyhuran dan kehebatan dirinya dalam kehidupan. 

Tetapi runtunan untuk mencari kebenaran terlalu amat kuatnya. Beliau merasakan bahawa beliau memerlukan keyakinan yang menetap pada pegangan, yang diperkuatkan lagi dengan pemikirannya tentang kedatangan maut. Beliau berada dalam konflik pemikiran dan perasaan sedemikian selama enam bulan lamanya mulai dari bulan Rajab 488H/ Julai 1095. 

Beliau menjadi merosot kesihatan badannya dan pemikirannya juga amat terganggu; selera makannya dan penghadamannya hilang sampai suaranyapun tidak ada lagi. Maka senanglah baginya untuk melepaskan jawatannya sebagai professor lalu ia meninggalkan kota Baghdad pada bulan dhul-Qa’idah 488 H/ November 1095 M, secara lahirnya beliau menunjukkan bahawa beliau sedang hendak menunaikan fardhu haji. 

Beliau meminta saudaranya Ahmad menggantinya memberi pengajaran kepada orang ramai dalam masa pemergiannya itu; sebenarnya beliau menjalankan ‘uzlah sebagaimana yang diajarkan oleh para ulama sufi demi untuk mencapai kedamaian fikiran dan hati serta keselamatan untuk rohnya sendiri. 

Beliau menyedekahkan semua harta miliknya melainkan bahagian-bahagian tertentu yang diamanahkan untuk perbelanjaan keluarganya, kemudian beliau terus pergi ke Syria. 

Selama dua tahun lamanya beliau berada dalam ‘uzlah (tahun 488 H/1095 M ) di salah sebuah daripada menara-menara masjid Umayyah di Damsyik; kemudian beliau pergi ke Jerusalem untuk menjalankan ‘uzlah lagi di mana beliau melakukan tafakur yang mendalam di Masjid ‘Umar dan Qubbat al-Sakhr (The Dome of the Rock). 

Selepas daripada melawat makam Nabi Ibrahim a.s. di Hebron, beliau melaksanakan hajinya ke Makkah dan pergi ke Madinah. Itu diikuti dengan amalan ber’uzlah di tempat-tempat yang mulia dan masjid-masjid, serta mengembara di padang-padang pasir. Selepas daripada sebelas tahun berada dalam pengembaraan beliau kembali ke kota kelahirannya Tus, dalam tahun 499 H/1105 M. 

Berkenaan dengan pengalaman-pengalamannya mengikut apa- apa yang berlaku selepas beliau meninggalkan kota Baghdad, tidak ada apa-apa yang diberitahu olehnya kepada kita. Apa yang diberitahu ialah bagaimana adanya perkara-perkara yang tidak boleh dihuraiakan yang terlalu banyak yang berlaku kepadanya dalam bentuk ilham-ilham sewaktu beliau berada dalam masa ‘uzlahnya itu. 

Pengalaman-pengalaman itu nampaknya membawa sebagai natijahnya kepada beliau menerima otoritas Nabi s.a.w. dan tunduk dengan sepenuhnya kepada kebenaran-kebenaran yang diwahyukan dalam al-Qur’an. 

Antara tanda-tanda awal tentang beliau memberi pembelaan terhadap akidah Ahlis-Sunnah wal-jama’ah (yang memang dahulunya memang beliau memberi pembelaan terhadapnya, tetapi sekarang pembelaan itu diberikan selepas daripada berlaku sesuatu yang boleh disebut sebagai pengesahan secara kerohanian tentang kebenaran-kebenaran itu) ialah penulisannya berjudul ar-Risalah al-Qudsiyyah yang digubah sewaktu beliau berada dalam ‘uzlahnya di Jerusalem, mungkin sebelum 492 H/1099 M sebab pada bulan Sya’ban tahun tersebut Jerusalem ditawan oleh tentera Salib. 

Ini dimasukkan ke dalam bab ke tiga kitab teragungnya Ihya’ ‘Ulumi’d-Din dalam bab berkenaan dengan dasar-dasar ‘Aqidah; di dalam kitab itu beliau mencatitkan apa yang dipelajarinya dalam masa beliau ber’uzlah sambil melakukan latihan-latihan kerohanian dan menjalankan tafakur yang mendalam itu. 

Dalam masa pengembaraan itu beliau terus menerus mengarang kitab-kitab selain daripada Ihya’ ‘Ulumi’d-Din dan dari semasa ke semasa beliau kembali memberi pengajaran kepada para muridnya. 

Beliau merasakan bahawa ia mempunyai peranan untuk menyelamatkan agama daripada aliran kezindikan dan kekufuran dan beliau mengarang kitab-kitab untuk menegakkan akidah Ahl al-Sunnah wal-jama’ah sebagaimana yang jelas daripada bahagian akidah dalam Ihya’ ‘Ulumi’d-Din dan kitab-kitab lain seperti al-Iqtisad fi’l-I’tiqad. 

Beliau juga mengarang kita tentang kesesatan Batiniyyah dalam kitabnya al-Fad’ih al-Bataniyyah dan juga kesesatan dan kekufuran dalam kitab Faisalat al-Tafriqah bainal-islam wa’z-zanadiqah. Beliau juga meneruskan pemerhatiannya terhadap hadith-hadith Nabi s.a.w. 

Bila beliau kembali ke Tus beliau meneruskan hidup ‘uzlahnya serta tafakkur yang diamalnya; bagaimanapun Fakhr al-Mulk anak lelaki Nizam al-Mulk yang memberi lindungan kepadanya, yang waktu itu menjadi wazir kepada Sultan Sanjar menggesa beliau menerima jawatan professor ilmu akidah di Maktab Maimunah Nizamiyyah di Nishapur yang beliau setujui akhirnya, dengan perasaan hati yang berat; tetapi beliau tidak lama bertugas di sana dan kemudiannya kembali ke kota kelahirannya lagi dan membina madrasah di mana beliau memberi pengajaran di sana berkenaan dengan usul al-din dan tasawwuf. 

Kemudiannya bila beliau disuruh oleh wazir al-Said mengajar pula dan Nizamiyyah di Baghdad, beliau membuat pilihan untuk menetap di Tus; di sana beliau hidup dengan aman dengan para muridnya; hidupnya dipenuhi dengan pendidikan dan ibadat kepada Allah sehingga beliau meninggal dunia pada 14 Jamadil-Akhir tahun 505 H/19 Disember 1111 M dengan kitab hadith atas dadanya, kata kisahnya. 

Ibn al-Jawzi meriwayatkan dalam kitab al-Thabat ‘Inda al-Mamat kisah yang didapatinya daripada Ahmad saudara Imam al-Ghazali bahawa “pada Hari Isnin (14 Jamadil-Akhir) pada waktu masuk Subuh saudaraku Abu Hamid mengambil wudu’nya, sembahyang Subuh. 

Kemudian berkata: ‘Bawa kepadaku kain kafanku’; beliau mengambil kain itu, menciumnya dan meletakkannya pada matanya, sambil berkata: ‘Kami mendengar dan taat dengan penuh persediaan untuk hadhir ke Hadhrat Tuhan, Raja (Yang Maha Berkuasa)’; kemudian beliau melunjurkan kakinya, mengadap kiblat,dan meninggal dunia sebelum matahari naik’. 

Diceritakan bahawa Shaikh Abul-hasan al-Shadhili rd bermimpi bahawa ia melihat Nabi s.a.w. menunjukkan Imam Al Ghazali kepada nabi Musa dan ‘Isa, sambil bertanya kepada kedua mereka, ‘Adakah terdapat orang alim yang bijaksana dalam umat anda berdua?’, jawab keduanya tidak ada. 

Dalam hayatnya beliau menyedari bahawa beliau mesti bertanggungjawab untuk menghadapi aliran ilhad atau kekufuran yang sedang muncul pada waktu itu menyanggahi ajaran Islam berdasarkan Qur’an dan Sunnah sebagaimana yang ada dalam Ahlis-Sunnah wal-jama’ah. Kerana itu beliau memberi pembelaan terhadap akidah Ahlis-Sunnah wal-jamaah dalam teks-teks karangannya. 

Begitulah al-Imam al-Ghazali hidup beramal dengan cara "bertapa" selama 10 atau 11 tahun. Pada masa inilah jiwanya yang ragu menjadi tenang dan beliau mengetahui bahawa jalan tasawuf itulah jalan yang benar. 

Dalam tempoh ini beliau boleh dikatakan sebagai golongan wali Allah..hidup selepas kira kira 500 tahun kemudian daripada Hijrah Nabi Muhammad Saw. 

Benarlah Rosul dan Nabi...memang tiada ada lagi...namun golongan wali Allah dan alim ulamak..warisatul anbia' tetap ada hingga hari Qiamat. 

Pada saya perkataan "bertapa" itu tidaklah tepat...boleh digantikan dengan perkataan "bersuluk" dalam amalan orang yang bertariqat. Maka bukan semua tariqat itu SESAT. 

Harap pihak pihak yang suka memBORONG semua tariqat SESAT..dapatlah memberikan penjelasan terhadap...amalan Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali ini...kerana karangan beliau Kitab Ihya' Ulum al Din atau al Risalah al Ladunniyyah...menjadi kitab rujukan tersohor dalam pengajian ilmu ilmu Islam.

Riwayat Hidup Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali.


APAKAH SULUK DI SISI AHLI TAREQAT

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah. Maha Suci Allah yang menjadikan ruang dan yang menempatinya, Maha Suci Allah yang menjadikan masa dan zaman. Maha Suci Allah yang menjadikan gerak dan diam.Maha Suci Allah yang menjadikan hidup dan Harapan.


سبحان الله والحمد لله ولا اله الا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة


الا بالله، سبحانك لا علما لنا الا ما علمتنا انك أنت العليم الحكيم


كمدين درفد ايت مك 

Pengertian Suluk dapat di petik dan kitab asy-Syari’ah wa at-Atriqah muka surat 99 sebagai berikut :

والطريقة فى الواقع هي اسم ثان للاحسان المذكرأو انها الطريقة التى يمكن بها الحصول ( الاحسان ) وهو الذى يقال له التصوف أو سلوك أو سمه بما شئت فانما هي تعبرات واللفظ مختلفة والمقصود واحد.

Maksudnya; Dan Tareqat sebenarnya nama lain bagi IHSAN yang tersebut (dalam Hadith), atau ia merupakan jalan yang dengannya memungkinkan tercapai sifat IHSAN, dan dialah yang disebut juga TASAWUF atau SULUK atau apa saja nama yang kamu mahu namakan, sesungguhnya itu hanyalah perbezaan dari sudut penghuraian dan lafaz sedangkan maksudnya satu jua.

Tidak perlu banyak pengertian, memahami maksudnya sudah cukup. Suluk bererti jalan orang-orang yang berjalan, iaitu berjalan menuju ma’rifatullah. Selalunya ia dilakukan dalam tempoh-tempoh tertentu, sebagai contoh sepuluh hari atau empat belas hari,

(Asy-Syari’ah wa at-Atriqah ms 99).

Dalam tempoh masa tersebut kita dilatih menghayati kehidupan para Sahabat dan Rasulullah S.A.W. ini dapat dilihat dalam susunan jemaah yang menghadiri suluk. 

Sila rujuk Kitab Asy-Syari’ah wa at-Atriqah ms 99 hingga 118 bawah tajuk ATHTHORIQAH untuk lebih jelas maksud suluk. Sangat jauh dengan makna “BERTAPA”. Seperti yang ditafsirkan oleh sesetengah pihak.


SULUK jalan ke arah atau untuk mencapai kesempurnaan batin, mistik, tarekat, tasawuf; ilmu ~ untuk mencapai kesempurnaan batin.

( Kamus Dewan ms. 1238 )

TAPA usaha utk membersihkan jiwa atau utk mencapai sesuatu maksud (kesaktian, kekebalan, dll) dengan cara berpantang makan, mengasingkan diri dll. 

( Kamus Dewan ms. 1294 )

PEMBUKAAN SULUK

Sebenarnya istilah tersebut tidak begitu tepat, kerana tujuan majlis tersebut adalah untuk menyatakan kepada guru bahawa kita hadir untuk mendapat bimbingan zahir dan batin untuk beribadat dan menghampirkan diri kepada Allah S.W.T. dalam tempoh masa tertentu. Ianya lebih merupakan majlis ‘akad untuk menerima bimbingan dan tunjuk ajar bagi mengamalkan sunnah dan ibadat dengan betul.

Majlis tersebut dilakukan pada hari pertama mengerjakan Suluk, bagi orang lelaki dilakukan dengan Tuan Guru dan wanita dengan Isteri Guru atau sesiapa yang diwakilkannya untuk melaksanakan tugas Guru di kalangan kaum wanita.

SANDARAN MENJALANI SULUK

Suluk yang difahami dan kami berpegang dengannya, bukan merupakan pekara yang tidak pernah berlaku di zaman Rasulullah s.a.w. Dalam Kitab Riadus Solihin diriwayatkan sebagai berikut:

وعن أبى سليمان مالك بن الحويرث رضي الله عنه قال أتينا النبي صلى الله عليه وسلم ونحن شببة متقاربون فأقمنا عنده عشرين ليلة وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم رحيما رفيقا، فظن اناقداشتقنا أهلنا فسألنا عمن تركنا من أهلنا فأخبرناه، فقال أرجعوا الى أهلطم فأقيموا فيهم وعلموهم ومروهم وصلوا صلاة كذا فى حين كذا وصلاة كذا فى حين كذا، فاذا حضرت الصلاة فلييؤذن لكم أحدكموليؤمكم أكبركم، متفق عليه. زاد البخارى فى رواية له : صلوا كما رأيتموني أصلى.

Maksudnya; Daripada Abu Sulaiman Malik bin al-Huwairith R.D.H. katanya kami daripada kumpulan pemuda telah pergi menemui Rasulullah S.A.W. kami semua tinggal di tempat Rasulullah S.A.W. selama dua puluh malam ( untuk belajar ilmu-ilmu agama).Sesungguhnya Rasulullah S.A.W. adalah seorang yang sangat penyayang dan lemah lembut, (Baginda mengambil berat terhadap kami, dan keluarga kami yang ditinggalkan di kampung ), lalu baginda bertanya kepada( setiap) kami tentang “ Siapakah keluarga yang ditinggalkan itu “.

Kami semua memberi tahu baginda ( akan hal masing-masing),seterusnya baginda bersabda (setelah selesai 20 hari) “ Pulanglah kamu kepada ahli keluarga kamu masing-masing, tinggallah bersama-sama mereka, didiklah mereka, ( dengan memberi ilmu pengetahuan yang berguna ), perintahkan mereka supaya bertaqwa kepada Allah. Dirikan sembahyang lima waktu mengikut waktu yang ditentukan).

Apabila sampai waktu sembahyang, hendaklah ada seorang diantara kamu semua yang melaungkan azan, dituntut kamu semua bersembahyang berjemaah. Orang yang akan menjadi imam sembahyang hendaklah orang yang lebih tua, ( lebih ‘aiim dan mencukupi syarat).



Imam Bukhari menambah dalam riwayatnya ungkapan dalam hadith tersebut; “Dan sembahyanglah kamu semua seperti mana kamu semua melihat aku sembahyang. (Riadus Solihin ms. 344).

SULUK MELATIH BERADAB DENGAN ADAB YANG BAIK

Adab suluk itu terbahagi kepada tiga, iaitu adab sebelum, semasa dan selepas suluk.

Adab sebelum suluk;

1. Setelah mendapat seorang mursyid (yang diyakininya) yang sempurna Syariat zahirnya, hendaklah ia meyelesaikan apa-apa pekerjaan yang boleh mengganggu ketenangannya semasa suluk.

Sesuai dengan maksud dalam hadith di atas, dimana Rasulullah S.A.W. bertanya mengenai keluarga yang ditinggalkan kepada kumpulan pemuda yang datang kepadanya dan tinggal bersamanya selama 20 hari.

2. Bekalan suluknya halal, bukan dari sumber yang haram.

3. Hendaklah dirasakan bahawa ia pergi suluk itu bagaikan tak kembali lagi (mati), maka dilakukanlah perangainya atau ke!akuannya seperti orang yang tahu ia akan mati esok hari, oleh itu banyakkan taubat, mohon izin dan memohon maaf kepada kedua ibubapa serta keluarganya.


قل ان الموت الذي تـفرون منه فانـه ملاقيكم

Dan sabda Rasulullah S.A.W.

تركت فيكم واعظتين صامتا وناطقا فالصامت الموت والناطق القرآن.

4. Rasakan didalam hati bahawa dirinya yang banyak mempunyai dosa dan kekurangan, lalu ia sangat mengharap kepada keampunan dan pertolonganTuhannya yang Maha Rahman dan Maha Rahim.

ولو أنهم اذ ظلموا أنفسهم جاؤْك فاستغفروا الله واستغفر لهم الرسول لوجدوا الله توابا رحيما

5. Zahirkan perasaan tersebut di hadapan Gurunya serta mengharapkan tunjuk ajar dan bimbingannya dalam beramal dalam tempoh tertentu. Sesuai dengan hadith di atas.

Adab Semasa Suluk

Pertamanya membersihkan niat iaitu hanya kerana Allah dan menuntut keridhaanNya semata-mata, tiada yang lain selain dari itu sama ada kerana perkara keduniaan ataupun akhirat, apakah lagi yang diperlukan oleh seorang hamba setelah mendapat keredhaanNya.

Membersihkan diri dari segala kekotoran zahir dengan mandi taubat kamudian sembahayang sunat taubat dua rakaat dengan niat bertaubat dari sekalian dosa kecil dan besar zahir dan batin.

Kalau kita kata sembahayang sunat taubat tiada dalil syaraknya, maka harus diingat dua pekara;

Pertama sembahayang taubat itu cuma sunat, bukan fardu, bida’ah jika menambahkan dalam fardu, sunat taubat lebih merupakan adat dalam ibadat, adat yang tidak mengandungi syirik dan khurafat dan disertakan dengan niat menghampirkan diri kepada Allah( ( تقرب الى الله adalah dibolehkan, sepertilah perkara harus yang disertakan dengan niat kerana Allah adalah digalakkan. 

Dalam ‘adat tidak berlaku ‘ibadat, kerana ‘adat tidak berasaskan syarak. Tetapi dalam ‘ibadat ada ‘adat, kerana ‘ibadat itu adalah perlakuan manusia, ‘adat juga perlakuan manusia, sebagia contoh ‘adat orang ahli ‘ibadat mengekalkan wudhu’, adat orang bersuluk tidak makan daging dan sebagainya, dimana perkara sunat dan meninggalkan yang harus, menjadi adat dalam kehidupan mereka. ‘ADAT DALAM ‘IBADAT ITU TIDAK TERPISAH.

Kedua untuk mengelakkan keraguan niatlah sembahayang sunat wudhu’ atau sunat mutlaq, jika tidak dalam waktu yang dilarang sembahayang kecuali dengan sebab. Adalah tidak patut diperdebatkan sehingga menimbulkan kebencian di kalangan umat. Kerana yang paling utama ialah mengikhlaskan hati kepada Allah.

Kemudian membanyakkan taubat, selawat dan membaca Quran dan hadiahkan pahalanya kepada kedua ibubapa guru-guru sekalian ahli silsilah Tareqat. Membanyakkan wirid dan doa yang munasabah dengan tujuan suluk itu.

Mengurangkan makan dan yang lebih baik tidak memakan makanan yang bernyawa. Tidur seperti yang disunatkan, ingatkan sebagai kita berada dalam perut ibu, dalam keadaan lemah, begitulah dalam amal, kita berada dalam kandung guru, artinya berada dalam hati ( ingatan) guru. 

Mengekalkan air sembahayang, setiasa berzikir ( dalam hati ) beserta ingatan kepada Allah S.W.T. Selalu mendapatkan bimbingan guru dalam amalannya, mengekalkan sembahayang jemaah.

Dalam pergaulan pula semua jemaah dilatih melaksanakan adab bersahabat, sesuai dengan Sunnah Rasulullah S.A.W. Antara adab adab yang besar dan tidak boleh diabaikan ialah; Menghormati guru

لاترفعوا أصواتكم فوق النبي

Tidak mengangkat suara bila berbicara di hadapan beliau.

Menghormati orang tua dan orang yang berilmu (khasnya semasa berzikir)

ليس منا من لم يوقر كبيرنا ولم يرحم صغيرنا ولم يعرف لعاملنا

(dipetik dari kitab Asysyariah wa ath-Thariqah m.s 203, solat berjemaah ( sesuai dengan hadith di atas )

Menghadiri majlis amal / zikir, kurang bercakap dan membanyakkan berzikir ( واذكروا الله ذكرا كثيرا ) memberi tahu orang yang lebih tua (dalam amalan) jika ada apa-apa masalah semasa berzikir atau suluk, tidak membuat keputusan sendiri, tidak mengada- adakan atau menambah-nambah dalam amalan kecuali dengan bimbingan guru, sebagaimana yang dilakukan oleh para Sahabat kepada Rasulullah dan kepada Sahabat-sahabat utama.

Akhlak yang baik seperti semasa makan dengan adabnya, hindarkan percakapan yang membawa kepada perdebatan 

( الذين هم عن اللغوى معرضون ) 

dan yang sia-sia, bercakap mengenai agama dan amalan, tidak bersikap memaksa kepada sesiapa sahaja dan memudahkan 

( يسـر ولا نعسـر ) 

 berusaha mengikh!askan hati dalam mentaati perintah, sehingga hilanglah rasa beban semasa melaksanakan suruhan atau taklif, bahkan teringat-ingat hendak melakukannya. 

(inilah maksud – رفع التكليف )

Jika ada di kalangan jemaah yang melakukan kesilapan atau kesalahan, hendaklah segera mengakui kesilapan kepada guru atau wakilnya, ( قل الحق ولو كان مرا ) ini bertujuan melatih diri berlaku jujur dalam pergaulan dan kehidupan, guru akan menggunakan pendekatan ( Taqarrub ilallah – ( تقرب الى الله seperti di dalam hadith di- atas ( رحيما رفيقا ) dalam membuat keputusan. dimana orang itu dimaafkan dengan penuh kasih sayang seperti yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W. terhadap para Sahabat R.H. atau diperintahkan melakukan beberapa perkara nawafil ( النوافل ) yang tidak membebanka sesiapa, sesuai dengan tujuan Suluk itu dilakukan. Menjaga ‘aib sahabat, bukankah ada hadith Rasulullah S.A.W. “sesiapa yang menjaga ‘aib saudaranya, necaya Allah akan menutup ‘aibnya di Hari Kiamat nanti

Terdapat peristiwa di zaman Rasulullah S.A.W. dimana Rasulullah S.A.W. menyuruh sahabat membanyakkan Istighfar, terdapat pula Hadith Rasulullah S.A.W. menyuruh Sahabatnya melakukan solat sunat. Walaupun hadith mengenai Fadhailul a’mal ( ( فضائل الاعمال tersebut kebanyakannya dhaif ( ضعيف ) adalah dibolehkan mengikutnya sebagai penggalak amal bahkan dituntut mengikut pesanan yang baik, khasnya pesanan yang dikatakan dari Rasulullah S.A.W. Bukan dalam perkara ( عاصى ) atau maksiat, kenapa kata-kata dari yang lain kita raikan? Kalau begitu ada agenda lain di sebalik sikap itu. ( المنافقون فى أسفل الدرك من النار )

Semua yang dilakukan didalam suluk tercatat kukuh dalam sunnah Rasul S.A.W. Kami mematuhi guru hanya dalam adab yang tidak bertentang dengan Sunnah.

السع والطاعة على المرء المسلم فيما أحب أو كره مالم يؤمر بمعصية .....الحديث

Andai kata dapat kita hayati sepenuhnya adab-adab semasa Suluk, kita akan dapat merasakan kehidupan Sahabat bersama Rasulu!lah

S.A.W. Itu bukan bererti kita mengaku sebagai Sahabat dan guru sebagai Rasulul!ah S.A.W. jauh sekali, jauh sekali perbezaan diri kami dengan peribadi Sahabat dan Rasulullah S.A.W. Itu Cuma menghayati kehidupan mereka, meniru-niru akhlak mereka sesuai dengan Syariah. Seperti yang dijelaskan oleh pengarang kitab Asysyariah wat Tariqah

الان لباغنا عن النبوة وقرب القيامة صارت البدعة تنتشر وتجسط ظلمها أغلب العلم وأصبحت السنة نادرة وغربية، وأصبحت أنوارها مستورة فشذوا أزركم لاحياء السنن المتروكة ونشر الطوم الشرعية واتخذوا هذا الامر الوسيلة العظمى لحصول على رضاء البارى جل شأنه واعلموا أن فى هذا قرب الجنف المحمدى ايضا فقد ورد فى الحديث الشريف أنه صلى الله عليه وسلم قال : تمسك بسنتي هند فساد امتي فله اجر ماتة الشهيد.

( الشريعة والطريقة ص – 107 دان 108 )

Maksudnya, “ Kini telah menjauh dari kita zaman kenabian dan menghampiri kiamat, maka jadilah bida’ah bertebaran, meliputi seluruh alam kegelapannya mengalah/menutupi alam Dan bermulalah Sunnah menjadi ganjil dan pelik, dan bermulalah cahayanya tertutup. Maka berusahalah dengan sekuatnya untuk menghidupkan Sunnah yang telah ditinggalkan ( oleh kebanyakan manusia) dan sebarkanlah ilmu-ilmu Syariah. 

Jadikanlah pekerjaan ini sebagai “ WASILAH” yang utama bagi mencapai Ridha Allah al-Bari Jalla Sya’nuh. Ketahuilah bahawa sesungguhnya pekerjaan ini adalah menghampirkan ( ajaran Muhammad) yang telah jauh ( ditinggalkan) Sesungguhnya telah warid dari Hadith Rasul yang mulia Bahawa sesungguhnya Rasulullah s..a.w. telah bersabda “Sesiapa yang berpegang dengan sunnah ku ketika kerosakan ( merata) di kalangan umat ku maka baginya balasan seratus syahid”. (107 & 108).

Andainya kita memahami pengertian suluk dengan betul pasti kita akan menyukainya bahkan menggalakkannya, jangan difahamkan suluk seperti yang difahami umum terutama oleh mereka yang tidak suka manusia lain menjadi baik, dan menentang usaha menghidupkan sunnah Rasul S.A.W. disaat kerosakan ( akhlak) berleluasa dalam masyarakat. Mereka itu termasuk dalam golongan INKARUS SUNNAH, kecuali Sunnah yang sesuai dengan fikiran mereka.

Maka ditafsirkan Suluk dengan tafsiran yang tidak ada kena mengena dengan suluk yang dilakukan oleh mereka yang benar dalam agamanya. Melalui tafsiran mereka sendiri lalu mereka memfatwakan sebagai sesat atau terkeluar dan syariat Islam atau kafir atau murtad, Sebenamya yang sesat itu adalah suluk yang mereka tafsirkan, bukan suluk mereka yang benar dalam “perjalanannya” dan bersandar pada Sunnah Rasul S.A.W.

Maka mereka berfatwa berdasarkan fitnah, dapatkah diyakini secara Qat’i ( قطعى ) keilmuan seseorang (kadang-kadang berdasarkan penyelidikan pihak tertentu sahaja) yang membuat kajian sebelum sesuatu perkara itu difatwakan? Jika tidak (yakin dengan qot’i berarti kita berhukum berdasarkan, hujjah yang bertaraf Zan (ظن ) Bukankah keterangan yang bertaraf zon (ظن ) tidak boleh mensabitkan hukum (jauh sekali sampai kepada hukum ” HAD “ ) bahkan keterangan yang menjadi dasar fatwa bertaraf waham dan tidak boleh menjadi pegangan dalam agama.

Atau ada yang berpendapat ( berdasarkan fatwa) ia dibolehkan untuk golomgan tertentu dan haram untuk golongan yang selainnya? ( والله أعلم ) Untuk mencapai taraf qat’i hampir kepada mustahil, tetapi keterangan ( hasil kajian ) tersebut harus mencapai kepada taraf “ Baiyiinah “ kalaupun tidak Syahid ( الشاهد ) Ingatlah Firman Allah: al-Buruj: 9.

ان الذين فـتــنوا المؤمنين والمؤمنات ثم لم يتوب فلهم عذاب جهنم ولهم عذاب حريق

Dan mereka yang memfitnah orang-orang beriman lelaki dan perempuan sedangkan mereka tidak bertaubat maka bagi mereka azab dan neraka Jahannam bagi mereka azab yang sangat pedih”.

Dari apa yang disebutkan di atas dapat difahami tujuan suluk adalah untuk menghayati ibadat dan rnenghayati Sunnah dalam pergaulan, mudah-rnudahan ia terikut-ikut dalam kehidupan seharian di luar suluk. Kerana itulah ada adab di luar suluk yang perlu diraikan oleh setiap mereka yang menjalani suluk. 

Adab itupun adalah sesuai dengan sunnah seperti yang disebutkan di atas tadi. Ianya tak ubah seperti KEM MOTIVASI yang dianjurkan oleh mereka yang pakar dalam ilmu psikologi. Inilah rahsia kejayaan umat terdahulu, Suluk adalah merupakan kem motivasi yang telah disediakan oleh Rasulullah S.A.W, bukan teori saikologi, musuh Islam amat takut usaha menghidupkan kaedah motivasi yang diajarkan oleh Rasulullah S.A.W. ini.

Dalarn masa yang sama (suluk) mendidik hati ingat kepada Rasulullah S.A.W. Ingat kepada Rasulullah membawa kita ingat kepada Allah. Sesuai dengan keterangan al-Quran.

الله فاتــبــعونى يحـبـبـكم الله وان كنتم تـحـبـون

Pandang jemaah ……. ingat kehidupan Sahabat ( ikuti adab-adab mereka). Pandang Guru ..... Ingat Rasulullah, bukan guru itu adalah Rasulullah maksudnya ingat akan Sunnahnya yang sama-sama kita berusaha mengamalkan dan hayatinya dalam masa kita bersuluk dan di luar suluk, guru cuba sedaya upaya menghayati kehidupan Rasulullah semampunya dengan sesempurnanya. Bukan memandang guru itu sebagai atau sebenarnya Rasulullah S.A.W. Itulah tafsiran yang dibuat buat atau direka-reka, sedangkan ia jahil dalarn hal tersebut dan di hatinya penuh dengan sifat kebencian dan takbur dalam kebodohan.

Dalam Kitab ( الشريعة والطريقة ) pengarangnya memetikk kata-kata Syeikh al-Islam Husin Ahmad al-Madani sebagai berkata :

” Sesungguhnya Syeikh Islam Husin Ahmad al-Madani Rahimahullah menguatkan lagi hujjahnya dalam kitab kitab kecilnya yang banyak menegaskan bahawa maksud yang sebenarnya daripada suluk itu adalah IHSAN, beliau menegaskan dalam sebuah risalahnya iaitu عزز المحترم 

Adapun maksud atau tujuan sebenar daripada (makna) dan matlamat suluk adalah IHSAN yakni bahawa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatNya (Allah). (Al-Hadis). Bermaksud bahawa orang yang salik akan lahir dihatinya( dalam suluknya) pemilikan perasaan yang kuat ( ingatan kepada Allah ) pada peringkat permulaannya dan adapun kesudahannya adalah keredaan Allah S.W.T. (ms. 109).

MENGATASI MASALAH SOSIAL

Kami tidak menentang keruntuhan akhlak dalam masyarakat dengan kekerasan atau menghukum dengan fatwa-fatwa yang tidak jelas, juga tidak hanya melalui andaian akal semata-mata, dengan teori-teori social yang entah dari mana asal-usulnya. Bukan tidak boleh berteori, tetapi dalam perkara dasar yang telah diajarkan oleh Rasulullah S.A.W. tidak perlu kepada teori lagi.

Tetapi kami mendekati mereka dan mengajak mereka menghayati Sunnah Rasulullah S. A. W. (zikir). Dengannya hati menjadi tenang ( الا بذكر الله تطمئن القلوب ) mudah-mudahan lahirlah insan yang baik akhlaknya.

Kenapa harus kita halang perkara yang baik ini, 

akibatnya nanti Method Motivasi yang bersumberkan agama kita akan hilang atau bercampur aduk dengan kebatilan kerana kita tidak pernah ambil peduli atau menjaganya bahkan berusaha menghapuskannya.

سبــحان اللــه

Kami membantu pihak pemerintah mengatasi masalah sosial (secara tidak langsung) setakat yang termampu. menghayati kehidupan berumah tangga, berjiran bersahabat di dalam suluk dan di luar suluk seboleh-bolehnya sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W. dan para Sahabat R.H.

Persilakan membuat kajian mengenai amalan suluk dan tujuannya secara ‘adil dan ikhlas, berpandukan al-Quran dan Hadith, Athsar Sahabat, Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in.

Selalunya orang akan bertanya masalah tidak sembahyang Jumaat, polimik persoalan ini sudah lama dilakukan, dan sudah banyak jawapan yang diberikan, Syeikh ‘Abdul Somad al-Palimbani dalam SAIRU AS-SALIKIN ( سير السالكين ) Hujatul Islam al-Imam al-Ghazali menjelaskannya dalam HIDAYAH AS-SALIKIN ( هـداية السالكين )


Hujatul Islam al-Imam al-Ghazali menjelaskannya dalam HIDAYAH AS-SALIKIN ( هـداية السالكين )

Jelasnya ia adalah pekara khilafiah dikalangan ‘AIim Ulamak dalam Fekah dan Furu’iyah. ( orang yang bersuluk tidak menafikan wajib Jumaat keatas lelaki muslim yang cukup syarat-syaratnya, Cuma berbeza dalam perlaksanaannya semasa suluk ). Kalau begitu kenapa kita harus bersikap terlalu keras keatas yang tidak sependapat dengan kita? Itu bukan sikap Salafiah yang tidak meraikan pandangan orang lain walaupun ada sandaran Syaraknya...

Mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah sangat memuliakan Rasulullah S.A.W dalam seluruh kehidupan, setiap sesuatu yang dikatakan dari Rasulullah S.A.W kita terima sebagai kebenaran. Jika ianya bertentangan dengan akal kita tetapi itulah kehendak syarak maka wajib kita taat, andainya perkhabaran darinya dianggap lemah ( dari sudut sanadnya), dan terdapat khabar yang lebih sohih, hendaklah berpegang dengan yang sohih atau asoh ( dan meraikan yang dianggap lemah. Begitulah dengan yang lainnya.

Jikalau perkhabaran itu dianggap maudhu’ atau perkhabaran palsu ( tetapi tidak bercangah dengan zahir syarak - yakni dalam pekara harus bukan yang haram atau syirik) raikannya sebagai pesanan yang baik seperti perkhabaran Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China”,

Perintah menuntut ilmu sudah jelas wajibnya di sisi syarak. yang jadi masalah, tempatnya “negeri China”. Saya ingin bertanya. adakah belajar di negeri China itu dilarang oleh syarak? Kalau ianya tidak dilarang, apa masalahnya dengan perkhabaran tersebut, cuma janganlah ditahkikkan sandarannya kepada Rasulullah S.A.W, kerana sudah jelas ia bukan perkhabaran dari Rasulullah S.A.W, itulah adab kita dengan Rasulullah S.A.W, tetapi yakinlah bahawa kebaikan itu adalah salah satu “WAJAH” Rasulullah S.A.W, andainya perkhabaran itu baik ia termasuk dalam wilayah kebaikan, ( لايتمثل الشسطان بي ) atau ia sebagai penggalak atau perangsang kepada usaha menuntut ilmu yang sememangnya dituntut. 

Jika sikap ini ada dalam diri seseorangn ia akan berakhlak dengan akhlak yang baik dan mematuhi pemimpin atau pemerintah, walaupun bukan semua yang dibuat oleh pemerentah, tetapi haram bagi kita menjatuhkannya dan menghuru-harakan Negara tegurlah mereka dengan nada yang mereka suka selagi tidak membelakangkan syarak. Kalau nasihat tidak didengari. Maka bukan kewajipan kita memaksa penguasa patuh kepada pendapat kita, serahkan urusan itu kepada Allah sebagai pemilik kita semua.